BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam perjalanan hidupnya manusia selalu meninggalkan jejak
langkah demikian dengan
manusi pramodern, yang jejak langkahnya dapat
di lihat. Dari hasil peninggalannya yang
masih ada sampai sekarang, hasil peninggalan
masyarakat pramoderen itu berupa artefak-artefak budaya yang juga merupakan
sebagia simbol-simbol yang harus di artikan.
Dalam budaya pramoderen indonesia simbol bukan hanya sekedar tanda
tangan, tetapi merupakan imanensi spiritual. Simbol seni pramodern Indonesia
adalah tanda kehadiran yang transenden dan absolut. Karena
pada dasarnya suatu karya itu adalah suatu objek dan semua objek itu adalah
netral, hanya subjeklah yang kemudian memberi makna terhadap objek tersebut
sesuai dengan cara pandang dan pola pikir subjek itu sendiri.
B. Rumusan Masalah
1. apa saja artefak yang ada di Yogyakarta?
2. Artefak material dan non material yang ada
di Yogyakarta?
3. Apa nama acara adat yang ada di
Yogyakarta?
C. Tujuan
1.
Untuk mengetahui artefak yang ada di Yogyakarta.
2.
Untuk mengerti peninggalan-peninggalan sejarah yang ada di Yogyakarta.
3. Untuk mengenal tradisi masyakart
Yogyakarta.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KOTA YOGYAKARTA
Pernahkah
anda berkunjung ke kota Yogyakarta?? Provinsi yang satu ini pernah menjadi
ibukota Negara pada masa lalu. Oleh karena itu Yogyakarta disebut sebagai Daerah Istimewa Yogyakarta. Bukan hanya
pernah menjadi ibukota Negara tapi kota ini juga penuh dengan pesona wisata.
Pesona kota Yogyakarta terlihat dari peninggalan-peningalan sejarah, baik
peninggalan dari colonial belanda maupun peninggalan situs budaya local.
Disamping
itu, kota kecil ini memiliki banyak keunikan dan penduduknyapun ramah.
Kekentalan seni dan budaya jawanya yang melekat merupakan bagian tak
terpisahkan dari masyarakat Yogyakarta. Kota ini juga dikenal dengan julukan
kota pelajar karena banyaknya pelajar atau mahasiswa yang menuntut ilmu di
sini. Salah satu perguruan tinggi yang terkenal di kota ini adalah Universitas
Gajah Mada Yogyakarta, julukan kota gudeg juga disandangnya. Gudeg merupakan
makanan khas Yogyakarta.
B. ARTEFAK (PENINGGALAN BERSEJARAH)
Di kota yogjakarta, terdapat beberapa gedung-gedung tua peninggalan
zaman colonial belanda. Lihat saja bangunan sepanjang jalan menuju malioboro,
seperti gedung-gedung kantor pos dan Bank Indonesia. Selain itu, ada
juga bangunan-bangunan yang menjadi symbol budaya kesultanan atau kerajaan. Selain artefak material ada juga artefak non material
peninggalan kerajaan-kerajaan maupun kolonial. Berikut artefak peninggalan
prasejarah :
1. Material
ü
Candi
o
Candi Kalasan
Candi Kalasan atau Candi Kalibening merupakan
sebuah candi yang dikategorikan sebagai candi umat Buddha terdapat di desa
Kalasan, kabupaten Sleman, provinsi Yogyakarta, Indonesia. Candi ini memiliki
52 stupa dan berada di sisi jalan raya antara Yogyakarta dan Solo serta sekitar
2 km dari candi Prambanan.
o
Candi Prambanan
Candi Prambanan atau Candi Rara Jonggrang
adalah kompleks candi Hindu terbesar di Indonesia yang dibangun pada abad ke-9
masehi. Candi ini dipersembahkan untuk Trimurti, tiga dewa utama Hindu yaitu
Brahma sebagai dewa pencipta, Wishnu sebagai dewa pemelihara, dan Siwa sebagai
dewa pemusnah. Berdasarkan prasasti Siwagrha nama asli kompleks candi ini
adalah Siwagrha (bahasa sansekerta yang bermakna: 'Rumah Siwa'), dan memang di
garbagriha (ruang utama) candi ini bersemayam arca Siwa Mahadewa setinggi tiga
meter yang menujukkan bahwa di candi ini dewa Siwa lebih diutamakan.
Candi ini adalah termasuk Situs Warisan
Dunia UNESCO, candi Hindu terbesar di Indonesia, sekaligus salah satu candi
terindah di Asia Tenggara. Arsitektur bangunan ini berbentuk tinggi dan ramping
sesuai dengan arsitektur Hindu pada umumnya dengan candi Siwa sebagai candi
utama memiliki ketinggian mencapai 47 meter menjulang di tengah kompleks
gugusan candi-candi yang lebih kecil. Sebagai salah satu candi termegah di Asia
Tenggara, candi Prambanan menjadi daya tarik kunjungan wisatawan dari seluruh
dunia.
Menurut prasasti Siwagrha, candi ini mulai
dibangun pada sekitar tahun 850 masehi oleh Rakai Pikatan, dan terus
dikembangkan dan diperluas oleh Balitung Maha Sambu, di masa kerajaan Medang
Mataram.
o
Candi Sambisari
Candi Sambisari adalah candi Hindu (Siwa)
yang berada kira-kira 12 km di sebelah timur kota Yogyakarta ke arah kota Solo
atau kira-kira 4 km sebelum kompleks candi Prambanan. Candi ini dibangun pada
abad ke 9 pada masa pemerintahan raja Rakai Garung di zaman kerajaan Mataram
Kuno.
Posisi Candi Sambisari terletak 6,5 meter
di bawah permukaan tanah, kemungkinan besar karena tertimbun lahar dari Gunung
Merapi yang meletus secara besar-besaran pada awal abad ke-11 (kemungkinan
tahun 1006). Hal ini terlihat dari banyaknya batu material volkanik di sekitar
candi.
Dengan dikelilingi oleh tembok candi yang asli dengan
ukuran 50 m x 48 m, kompleks ini mempunyai candi utama didampingi oleh tiga
candi perwara (pendamping). Di dalam candi ini terdapat patung Durga (di
sebelah utara), patung Ganesha (sebelah timur), patung Siwa Agastya (sebelah
selatan), dan di sebelah barat terdapat dua patung dewa penjaga pintu: Mahakala
dan Nadisywara. Di dalam candi utama terdapat patung Lingga dan Yoni dengan
ukuran cukup besar. Pada saat penggalian, benda-benda bersejarah, di antaranya
beberapa tembikar, perhiasan, cermin logam serta prasasti lempengan emas juga
ditemukan.
Candi ini ditemukan pada tahun 1966 oleh
seorang petani di Desa Sambisari yang diabadikan menjadi nama candi tersebut,
dan dipugar pada tahun 1986 oleh Dinas Purbakala.
o
Candi Keblak
Candi Keblak adalah sebuah situs candi
yang terletak di Dusun Marangam, Kelurahan Bokoharjo, Kecamatan Prambanan,
Kabupaten Sleman, Yogyakarta.
Saat ini, keadaan candi ini telah
mengalami kerusakan yang cukup parah, benda-benda cagar budaya yang tampak di
permukaan pada situs Candi Keblak hanyalah berupa fragmen-fragmen candi yang
keletakannya terpisah-pisah. Ada yang di belakang pekarangan penduduk, ada yang
di pinggir saluran irigasi pertanian, dan sebagainya.
Salah satu artefak yang masih kelihatan
utuh adalah sebuah lapik arca yang terletak di belakang rumah penduduk yang
bernama Paimo (51). Lapik tersebut memiliki ukuran tinggi 85 cm, lebar bagian
atas 118 Cm X 118 Cm sedang lebar bagian bawah adalah 120 Cm X 120 Cm. Pada
permukaan lapik yang terbuat dari batu andesit ini terdapat hiasan berupa motif
tanaman dan bunga yang distilir.
o
Candi Morangen
Morangan adalah candi Hindu yang berada di
dusun Morangan, kelurahan Sindumartani, kecamatan Ngemplak, Sleman, Yogyakarta,
dan berada sangat dekat dengan sungai Gendol (100 meter sebelah barat) dan
paling utara mendekati gunung Merapi. Menurut perkiraan, candi ini dibangun
pada sekitar abad ke-9 dan ke-10 di saat zaman Kerajaan Mataram Kuno, yaitu
sezaman dengan pembuatan candi-candi Hindu, seperti Candi Prambanan, dan
lain-lain. Bangunan candi ini terdiri dari candi induk dan candi perwara yang
semuanya berbahan batu andesit Satu hal yang membedakan candi morangan dengan
candi candi lain adalah terdapatnya satu panel relief yang diperkirakan
merupakan bagian dari cerita tantri kamandaka tentang seekor harimau yang
tertipu oleh seekor kambing, karena selama ini relief tersebut hanya ditemukan
pada candi berlatar belakang agama budha.
o
Candi Kedulan
Candi Kedulan adalah candi Hindu yang
berada tidak jauh dari Candi Sambisari, yaitu di Dusun Kedulan, Kelurahan
Tirtomartani, Kecamatan Kalasan, Yogyakarta. Candi ini dibangun pada sekitar
abad ke-8 dan ke-9 pada saat zaman Kerajaan Mataram Kuno. Seperti halnya dengan
Candi Sambisari, candi ini ditemukan terletak tiga sampai tujuh meter di bawah
permukaan tanah, kemungkinan besar karena tertimbun lahar dari gunung Merapi
yang diduga kuat meletus secara besar-besaran pada awal abad ke-11 (kira-kira
tahun 1006). Karena jenis tanah yang berada di sekitar candi terdiri dari 13
lapisan yang berbeda, maka kemungkinan besar bahwa candi ini tertimbun lahar
dalam beberapa kali letusan (13 kali).
Jenis arsitektur dari candi ini terlihat
mirip seperti gaya Candi Sambisari dan Candi Ijo. Candi yang mempunyai hiasan
berupa relief mulut kala (raksasa) dengan taring bawah ini pertama kali
ditemukan di tengah sawah pada tahun 1993 oleh para pencari pasir yang mengeduk
pasir untuk bahan bangunan. Pada tahun 2003 di lokasi penggalian tersebut
ditemukan dua buah prasasti yang ditulis dalam aksara Pallawa dan bahasa
Sanskerta mengenai pembebasan pajak tanah di Desa Pananggaran dan Parhyangan
untuk pembuatan bendungan dan irigasi serta pendirian bangunan suci bernama
Tiwaharyyan di zaman Kerajaan Mataram Kuno.
o
Candi Miri
Candi Miri adalah candi Hindu yang berada
tidak jauh dari Candi Banyunibo, candi Kalasan, dan Candi Barong, yaitu di
dusun Dawangsari, kelurahan Sambirejo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman,
Yogyakarta, tidak jauh dari bandara Adisucipto. Candi ini dibangun pada sekitar
abad ke-9 pada saat zaman Kerajaan Mataram Kuno.
Dalam reruntuhan candi yang belum
sepenuhnya direnovasi ini, banyak terdapat tumpukan batu candi dan di antaranya
dahulu ditemukan arca lembu Nandi, kendaraan dewa Siwa, berukuran 120 X 60
sentimeter dengan tinggi 60 sentimeter. Menurut informasi dari kantor SPSP
(Suaka Peninggalan Sejarah Purbakala), DIY, arca ini pernah diambil bagian
kepalanya oleh orang tidak bertanggung jawab sebagai pengoleksi barang peninggalan
purbakala.
o
Candi Abang
Candi Abang adalah candi Hindu yang berada
tidak jauh dari Candi Banyunibo dan Candi Barong, yaitu di dusun Candiabang,
kelurahan Jogotirto, kecamatan Berbah, Sleman, Yogyakarta, tidak jauh dari
bandara Adisucipto. Candi ini dibangun pada sekitar abad ke-9 dan ke-10 pada
saat zaman Kerajaan Mataram Kuno. Candi yang berbentuk seperti piramid ini
dinamakan Candi Abang karena terbuat dari batubata yang berwarna merah (abang
dalam bahasa Jawa), dan diperkirakan mempunyai umur yang lebih muda dari
candi-candi Hindu lainnya.
Bentuk candi ini berupa segi empat dengan
ukuran 36 m x 34 meter, sekarang banyak ditumbuhi rerumputan sehingga dari jauh
nampak mirip seperti gundukan tanah atau bukit kecil. Pada waktu pertama kali ditemukan,
dalam candi ini terdapat arca dan alas yoni lambang dewa Siwa berbentuk
segidelapan (tidak berbentuk segi empat, seperti biasanya) dengan sisi
berukuran 15 cm. Beberapa orang menganggap Candi Abang merupakan tempat
penyimpanan harta karun pada zaman dahulu kala, oleh karena itu sering dirusak
dan digali oleh orang tidak bertanggung jawab (pada bulan November 2002,
misalnya) yang mencari harta peninggalan sejarah dan barang berharga.
o
Candi Gampingan
Candi Gampingan adalah candi Buddha yang
berada di dusun Gampingan, kelurahan Sitimulyo, kecamatan Piyungan, kabupaten
Bantul, yaitu di sebelah selatan kota Yogyakarta. Menurut perkiraan, candi ini
dibangun pada sekitar abad ke-8 dan ke-9 di saat zaman Kerajaan Mataram Kuno.
Pada saat ditemukan pada tahun 1995 oleh pembuat batu bata, candi ini terpendam
di bawah tanah. Walaupun sampai sekarang belum sepenuhnya selesai dipugar,
kompleks reruntuhan candi ini mempunyai tujuh buah bangunan candi yang tidak
utuh, dengan bangunan utama berukuran kira-kira 5 m x 5 m dan tinggi 1,2 meter.
Pada saat ditemukan, dalam candi ini
terdapat tiga buah arca Dhyani Buddha Wairocana yang terbuat dari perunggu, dua
buah arca Jambhala dan Candralokesvara dari batu andesit, benda-benda dari
emas, dan beberapa benda-benda keramik. Pada bagian kaki dari candi Gampingan
ini terdapat relief binatang katak dan unggas (burung pelatuk, burung gagak,
dan ayam jantan). Dengan adanya arca Jambhala dan Dhyani Buddha Wairocana, maka
diperkirakan candi Gampingan merupakan tempat pemujaan agama Buddha aliran
Mahayana.
o
Candi Banyunibo
Candi Banyunibo (yang berarti air
jatuh-menetes dalam bahasa Jawa) adalah candi Buddha yang berada tidak jauh
dari Candi Ratu Boko, yaitu di bagian sebelah timur dari kota Yogyakarta ke
arah kota Wonosari. Candi ini dibangun pada sekitar abad ke-9 pada saat zaman
Kerajaan Mataram Kuno. Pada bagian atas candi ini terdapat sebuah stupa yang
merupakan ciri khas agama Buddha.
Keadaan dari candi ini terlihat masih
cukup kokoh dan utuh dengan ukiran relief kala-makara dan bentuk relief lainnya
yang masih nampak sangat jelas. Candi yang mempunyai bagian ruangan tengah ini
pertama kali ditemukan dan diperbaiki kembali pada tahun 1940-an, dan sekarang
berada di tengah wilayah persawahan.
Loji
adalah gedung besar dengan halaman yang luas atau kantor serta benteng kompeni
masa penjajahan Belanda di Indonesia.
Selama ratusan tahun berinteraksi dengan Kasultanan Jogja, Belanda pun
meninggalkan sejumlah bangunan yang hingga kini masih bisa Anda saksikan
kemegahannya. Diantaranya :
ü
Benteng Vreder Berg
Loji tertua di Jogja adalah Benteng
Vredeburg. Bangunan benteng yang sering disebut Loji Besar atau Loji Gede itu
dibangun pada tahun 1776 - 1778, hanya dua tahun berselang setelah berdirinya
Kraton Jogja, salah satu pecahan kerajaan Mataram. Benteng yang semula bernama
Rustenburg itu konon sengaja didirikan di poros Kraton - Tugu agar bisa
mengawasi gerak-gerik Kraton. Sebagai sebuah benteng, kawasan Loji Besar
dilengkapi dengan beragam bangunan yang mendukung, misalnya tempat pengintaian
hingga peristirahatan bagi para serdadu. Semasa Loji Besar masih digunakan
sebagai benteng, terdapat sebuah meriam yang sengaja diarahkan ke Kraton dalam
posisi siaga tembak sehingga memudahkan penyerangan. Hal itu dilakukan agar
pihak Kraton mengakui bahwa Belanda memiliki kekuatan. Kini, Anda bisa
menyusuri setiap sudut Loji Besar tersebut karena kawasan itu telah dibuka
untuk umum. Selain bangunan benteng yang memiliki rancang bangun khas Eropa,
Anda juga bisa melihat diorama perjuangan Indonesia meraih kemerdekaan. Satu
yang janggal dari benteng ini adalah namanya yang tak cocok dengan gambaran
sebuah benteng, Rust berarti istirahat, vrede berarti perdamaian sedangkan burg
berarti benteng. Rustenberg yang berarti benteng peristirahatan atau Vredeburg
yang berarti benteng perdamaian jelas bukan nama yang tepat.
Benteng berbentuk persegi ini mempunyai
menara pantau di keempat sudutnya. Di masa lalu, tentara VOC dan juga Belanda
sering berpatroli mengelilingi dindingnya.
Sekarang, benteng ini menjadi sebuah museum. Di
sejumlah bangunan di dalam benteng ini terdapat diorama mengenai sejarah
Indonesia.
ü Taman Sari
Taman Sari Yogyakarta atau Taman Sari
Keraton Yogyakarta adalah situs bekas taman atau kebun istana Keraton
Yogyakarta, yang dapat dibandingkan dengan Kebun Raya Bogor sebagai kebun
Istana Bogor. Kebun ini dibangun pada zaman Sultan Hamengku Buwono I (HB I)
pada tahun 1758-1765/9. Awalnya, taman yang mendapat sebutan "The Fragrant
Garden" ini memiliki luas lebih dari 10 hektare dengan sekitar 57 bangunan
baik berupa gedung, kolam pemandian, jembatan gantung, kanal air, maupun danau
buatan beserta pulau buatan dan lorong bawah air. Kebun yang digunakan secara
efektif antara 1765-1812 ini pada mulanya membentang dari barat daya kompleks
Kedhaton sampai tenggara kompleks Magangan. Namun saat ini, sisa-sisa bagian
Taman Sari yang dapat dilihat hanyalah yang berada di barat daya kompleks
Kedhaton saja.
Konon, Taman Sari dibangun di bekas
keraton lama, Pesanggrahan Garjitawati, yang didirikan oleh Susuhunan Paku
Buwono II sebagai tempat istirahat kereta kuda yang akan pergi ke Imogiri.
Sebagai pimpinan proyek pembangunan Taman Sari ditunjuklah Tumenggung
Mangundipuro. Seluruh biaya pembangunan ditanggung oleh Bupati Madiun,
Tumenggung Prawirosentiko, besrta seluruh rakyatnya. Oleh karena itu daerah
Madiun dibebaskan dari pungutan pajak. Di tengah pembangunan pimpinan proyek
diambil alih oleh Pangeran Notokusumo, setelah Mangundipuro mengundurkan diri.
Walaupun secara resmi sebagai kebun kerajaan, namun bebrapa bangunan yang ada
mengindikasikan Taman Sari berfungsi sebagai benteng pertahanan terakhir jika
istana diserang oleh musuh. Konon salah seorang arsitek kebun kerajaan ini
adalah seorang Portugis yang lebih dikenal dengan Demang Tegis.
Kompleks Taman Sari setidaknya dapat
dibagi menjadi 4 bagian. Bagian pertama adalah danau buatan yang terletak di
sebelah barat. Bagian selanjutnya adalah bangunan yang berada di sebelah
selatan danau buatan antara lain Pemandian Umbul Binangun. Bagian ketiga adalah
Pasarean Ledok Sari dan Kolam Garjitawati yang terletak di selatan bagian
kedua. Bagian terakhir adalah bagian sebelah timur bagian pertama dan kedua dan
meluas ke arah timur sampai tenggara kompleks Magangan.
ü
Keraton Yogyakarta
Keraton
Ngayogyakarta Hadiningrat atau Keraton Yogyakarta merupakan istana resmi
Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang kini berlokasi di Kota Yogyakarta,
Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia yang biasa disebut sebagai Loji Kebon
dengan lahan seluas 43.585 m2. Walaupun kesultanan tersebut
secara resmi telah menjadi bagian Republik Indonesia pada tahun 1950, kompleks
bangunan keraton ini masih berfungsi sebagai tempat tinggal sultan dan rumah
tangga istananya yang masih menjalankan tradisi kesultanan hingga saat ini.
Keraton ini kini juga merupakan salah satu objek wisata di Kota Yogyakarta.
Sebagian kompleks keraton merupakan museum yang menyimpan berbagai koleksi
milik kesultanan, termasuk berbagai pemberian dari raja-raja Eropa, replika
pusaka keraton, dan gamelan. Dari segi bangunannya, keraton ini merupakan salah
satu contoh arsitektur istana Jawa yang terbaik, memiliki balairung-balairung mewah
dan lapangan serta paviliun yang luas.
Keraton
Yogyakarta mulai didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono I beberapa bulan pasca
Perjanjian Giyanti pada tahun 1755. Lokasi keraton ini konon adalah bekas
sebuah pesanggarahan yang bernama Garjitawati. Pesanggrahan ini digunakan untuk
istirahat iring-iringan jenazah raja-raja Mataram (Kartasura dan Surakarta)
yang akan dimakamkan di Imogiri. Versi lain menyebutkan lokasi keraton
merupakan sebuah mata air, Umbul Pacethokan, yang ada di tengah hutan Beringan.
Sebelum menempati Keraton Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono I berdiam di
Pesanggrahan Ambar Ketawang yang sekarang termasuk wilayah Kecamatan Gamping
Kabupaten Sleman.
Secara fisik istana para Sultan Yogyakarta memiliki tujuh kompleks
inti yaitu Siti Hinggil Ler (Balairung Utara), Kamandhungan Ler (Kamandhungan
Utara), Sri Manganti, Kedhaton, Kamagangan, Kamandhungan Kidul (Kamandhungan
Selatan), dan Siti Hinggil Kidul (Balairung Selatan). Selain itu Keraton
Yogyakarta memiliki berbagai warisan budaya baik yang berbentuk upacara maupun
benda-benda kuno dan bersejarah. Di sisi lain, Keraton Yogyakarta juga
merupakan suatu lembaga adat lengkap dengan pemangku adatnya. Oleh karenanya
tidaklah mengherankan jika nilai-nilai filosofi begitu pula mitologi menyelubungi
Keraton Yogyakarta. Dan untuk itulah pada tahun 1995 Komplek Keraton
Ngayogyakarta Hadiningrat dicalonkan untuk menjadi salah satu Situs Warisan
Dunia UNESCO.
ü
Kawasan Loji Kecil
Kawasan Loji Kecil ini adalah di sebelah
timur Vredeburg kini, tepatnya sekitar wilayah Shopping sampai hampir
perempatan Gondomanan. Loji Kecil berfungsi sebagai pusat wilayah hunian orang
Belanda pertama di Jogja. Sejumlah fasilitas pendukung kini juga masih bisa
dinikmati keindahannya, misalnya gereja Protestansche Kerk yang berdiri tahun
1857 (kini menjadi Gereja Kristen Marga Mulya, berlokasi di utara Gedung Agung)
dan Gereja Fransiskus Xaverius Kudul Loji (bangunan lama) yang berdiri tahun
1870 berada di sebelah selatan kawasan Loji Kecil. Selain itu Anda juga bisa menyaksikan bangunan peninggalan
masa Belanda itu di kompleks Taman Pintar. Di kawasan itu juga terdapat Gedung
Societet Militair yang dahulu digunakan sebagai tempat para serdadu militer
Belanda bersantai.
ü Tugu Yogyakarta
Tugu Yogyakarta adalah sebuah tugu atau
menara yang sering dipakai sebagai simbol/lambang dari kota Yogyakarta. Tugu
ini dibangun oleh Hamengkubuwana I, pendiri kraton Yogyakarta. Tugu yang
terletak di perempatan Jl Jenderal Sudirman dan Jl. Pangeran Mangkubumi ini,
mempunyai nilai simbolis dan merupakan garis yang bersifat magis menghubungkan
laut selatan, kraton Jogja dan gunung Merapi. Pada saat melakukan meditasi,
konon Sultan Yogyakarta pada waktu itu menggunakan tugu ini sebagai patokan
arah menghadap puncak gunung Merapi.
Tugu ini sekarang merupakan salah satu
objek pariwisata Yogya, dan sering dikenal dengan istilah “tugu pal putih” (pal
juga berarti tugu), karena warna cat yang digunakan sejak dulu adalah warna
putih. Tugu pal ini berbentuk bulat panjang dengan bola kecil dan ujung yang
runcing di bagian atasnya. Dari kraton Yogyakarta kalau kita melihat ke arah
utara, maka kita akan menemukan bahwa Jalan Malioboro, Jl Mangkubumi, tugu ini,
dan Jalan Monument Yogya Kembali akan membentuk satu garis lurus persis dengan
arah ke puncak gunung Merapi.
ü Tembok Makam Pengasih
Lokasi: Jalan Purbo Winoto 06 Pengasih
Kulonprogo "Tembok Sejarah Kulon Progo". Siapa dapat mengira sebuah
pagar tembok yang berdiri di dekat Kantor Kecamatan Pengasih Kulonprogo, Daerah
Istimewa Yogyakarta (DIY) memiliki nilai historis yang tinggi. Alkisah Tembok
Pagar Kantor Kecamatan Pengasih berkaitan erat dengan Kabupaten Kulonprogo.
Sebelum bergabung dengan Kabupaten Adikarta, Kantor kecamatan Pengasih
menempati bekas perkantoran ibukota Kabupaten Kulonprogo. Ibu kota kabupaten
dipindahkan ke Wates setelah kedua kabupaten tersebut bergabung. Tembok pagar
keliling ini membatasi kompleks perkantoran kecamatan dengan rumah penduduk di
sekitar itu. Dan tembok ini menjadi bukti bangunan bersejarah yang masih
tersisa. Gedung dari pemerintahan yang lalu sudah hampir tidak ada, dan tinggal
pagar pembatasnya yang masih tersisa dan berdiri dengan baik.
Tembok Pagar Kantor Kecamatan Pengasih
merupakan salah satu peninggalan pada masa penjajahan Belanda yang masih
berdiri kokoh dan terawat hingga saat ini. Lurah pertama di Desa Pengasih
mempertahankan agar bangunan yang ada di kompleks tersebut tidak
dibumihanguskan pada masa agresi Belanda II sekitar tahun 1948. Bangunan tembok
bersejarah yang ada di lokasi tersebut masih utuh dan sebagian bangunan
tersebut hingga sekarang masih ada. Namun, bangunan sekitar yang seumuran
dengan tembok ini sudah dihancurkan.
Ketinggian tembok pagar sebelah barat
gapura sekitar 150 cm dan sebelah timur gapura sekitar 200 cm. Sedangkan
memiliki ketebalan 40 cm yang dibangun menggunakan pasangan bata dan batu kali
utuh. Terdapat bangunan gapura berbentuk Semar Tinandu pada bagian tengah pintu
masuk kantor kecamatan.
ü Pusaka kerajaan
Pusaka di Keraton Yogyakarta disebut
sebagai Kagungan Dalem (harfiah=milik Raja) yang dianggap memiliki kekuatan
magis atau peninggalan keramat yang diwarisi dari generasi-generasi awal.
Kekuatan dan kekeramatan dari pusaka memiliki hubungan dengan asal usulnya,
keadaan masa lalu dari pemilik sebelumnya atau dari perannya dalam kejadian
bersejarah.
Dalam lingkungan Keraton, pusaka dapat
dalam bentuk baik benda nyata ataupun pesan yang terdapat dalam sesuatu yang
lebih abstrak seperti penampilan. Baik nilai sejarah spiritual dan fungsional
berdekatan dengan Sultan dan kebijaksanaanya. Pusaka merupakan sebuah aspek
budaya Keraton Yogyakarta. Sebagai sebuah lembaga yang terdiri dari Sultan dan
keluarganya, termasuk keluarga besarnya yang disebut dengan trah, dan
pejabat/pegawai kerajaan/istana, Keraton memiliki peraturan mengenai hak resmi
atas orang yang akan mewarisi benda pusaka. Pusaka memiliki kedudukan yang kuat
dan orang luar selain di atas tidak dapat dengan mudah mewarisinya.
Keberadaaannya sebanding dengan Keraton itu sendiri.
Benda-benda pusaka keraton memiliki nama
tertentu. Sebagai contoh adalah Kyai Permili, sebuah kereta kuda yang digunakan
untuk mengangkut abdi-Dalem Manggung yang membawa Regalia. Selain nama pusaka
tersebut mempunyai gelar dan kedudukan tertentu, tergantung jauh atau dekatnya
hubungan dengan Sultan. Seluruh pusaka yang menjadi inventaris Sultan (Sultan’s
property) dalam jabatannya diberi gelar Kyai (K) jika bersifat maskulin atau
Nyai (Ny) jika bersifat feminin, misalnya K Danumaya sebuah guci tembikar, yang
konon berasal dari Palembang, yang berada di Pemakaman Raja-raja di Imogiri.
Apabila pusaka tersebut sedang/pernah
digunakan oleh Sultan, maupun dipinjamkan kepada orang tertentu karena
jabatannya diberi tambahan gelar Kangjeng sehingga selengkapnya bergelar
Kangjeng Kyai (KK) atau Kangjeng Nyai (KNy). Sebagai contoh adalah Kangjeng
Nyai Jimat, sebuah kereta kuda yang dipergunakan oleh Sultan HB I - Sultan HB IV
sebagai kendaraan resmi (sebanding dengan mobil dengan plat nomor polisi
Indonesia 1 sebagai kendaran resmi Presiden Indonesia) dan merupakan kereta
terkeramat dari Keraton Yogyakarta.
Beberapa pusaka yang menempati kedudukan
tertinggi dan dipercaya memiliki kekuatan paling magis mendapat tambahan gelar
Ageng sehingga selengkapnya bergelar Kangjeng Kyai Ageng (KKA). Salah satu
pusaka tersebut adalah KKA Pleret, sebuah tombak yang konon pernah digunakan
oleh Panembahan Senopati untuk membunuh Arya Penangsang. Tombak ini kini
menjadi pusaka terkeramat di keraton Yogyakarta dan mendapat kehormatan setara
dengan kehormatan Sultan sendiri. Penghormatan terhadap KKA Pleret ini telah
dimulai sejak Panembahan Senopati.
Wujud benda pusaka di Keraton Yogyakarta
bermacam-macam. Benda-benda tersebut dapat dikelompokkan menjadi:
(1) Senjata tajam;
(2) Bendera dan Panji kebesaran;
(3)
Perlengkapan Kebesaran;
(4) Alat-alat musik;
(5) Alat-alat transportasi;
(6) Manuskrip, babad (kronik) berbagai
karya tulis lain;
(7) Perlengkapan sehari-hari
ü Gamelan
Gamelan merupakan seperangkat ansambel
tradisional Jawa. Orkestra ini memiliki tangga nada pentatonis dalam sistem
skala slendro dan sistem skala pelog. Keraton Yogyakarta memiliki sekitar 18-19
set ansambel gamelan pusaka, 16 diantaranya digunakan sedangkan sisanya (KK
Bremara dan KK Panji) dalam kondisi yang kurang baik. Setiap gamelan memiliki
nama kehormatan sebagaimana sepantasnya pusaka yang sakral. Tiga buah gamelan
dari berasal dari zaman sebelum Perjanjian Giyanti dan lima belas sisanya
berasal dari zaman Kesultanan Yogyakarta. Tiga gamelan tersebut adalah gamelan
monggang yang bernama KK Guntur Laut, gamelan kodhok ngorek yang bernama KK
Maeso Ganggang, dan gamelan sekati yang bernama KK Guntur Madu. Ketiganya
merupakan gamelan terkeramat dan hanya dimainkan/dibunyikan pada even-even
tertentu saja.
Gamelan monggang KK Guntur Laut konon
berasal dari zaman Majapahit. Gamelan yang dapat dikatakan paling sakral di
Keraton ini merupakan sebuah ansambel sederhana yang terdiri dari tiga buah
nada dalam sistem skala slendro. Pada zamannya gamelan ini hanya dimainkan
dalam upacara kenegaraan yang sangat penting yaitu upacara
pelantikan/pemahkotaan Sultan, mengiringi keberangkatan Sultan dari istana
untuk menghadiri upacara penting, perayaan maleman (upacara pada malam tanggal
21,23,25, dan 29 bulan Ramadan), pernikahan kerajaan, upacara garebeg, dan
upacara pemakaman Sultan. Gamelan ini memiliki nilai sejarah penting. Atas
perkenan Sunan PB III, KK Guntur laut dimainkan saat penyambutan Sri Sultan
Hamengkubuwono I pada penandatanganan Perjanjian Giyanti pada tahun 1755.
KK Maeso Ganggang juga merupakan gamelan
kuno yang konon juga berasal dari zaman Majapahit. Gamelan kodhok ngorek ini
juga menggunakan sistem skala slendro. Gamelan ini didapatkan oleh Pangeran
Mangkubumi dari Perjanjian Giyanti. Penggunaannya juga sangat sakral dan selalu
dimainkan pada upacara kenegaraan seperti upacara pemahkotaan Sultan dan
pernikahan kerajaan. Gamelan nomor dua di Keraton ini juga dimainkan dalam
peringatan ulang tahun Sultan, upacara sunatan putra Sultan, dan untuk
megiringi prosesi Gunungan ke Masjid Besar.
Gamelan sekati KK Guntur Madu dimainkan di
Pagongan Kidul saat Upacara Sekaten, serta dalam upacara sunatan dan pernikahan
Putra Mahkota. Konon gamelan ini berasal dari zaman Kesultanan Demak. Versi
lain mengatakan alat musik ini buatan Sultan Agung saat memerintah kerajaan
Mataram. Gamelan ini menjadi milik Kesultanan Yogyakarta setelah perjanjian
Giyanti sementara pasangannya KK Guntur Sari menjadi milik Kesunanan Surakarta.
Agar gamelan sekati ini tetap berjumlah sepasang maka dibuatlah duplikatnya
(jw. dipun putrani) dan diberi nama KK Naga Wilaga yang dibunyikan di Pagongan
Utara. Kekhususan gamelan ini adalah bentuknya yang lebih besar dari gamelan
umumnya dan instrumen kendhang (gendang) yang mencerminkan Hinduisme digantikan
oleh bedug kecil (dianggap mencerminkan Islam).
KK Guntur Sari dipergunakan untuk
mengiringi Beksan Lawung, sebuah tarian sakral, pada upacara pernikahan putra
Sultan. KK Surak diperdengarkan untuk mengiringi uyon-uyon (lagu-lagu
tradisional Jawa), tari-tarian, dan wayang kulit. Gamelan-gamelan ada yang
berpasangan secara khusus antara lain KK Harja Nagara (dalam skala slendro)
dengan KK Harja Mulya (dalam skala pelog) dan KK Madu Murti (dalam skala
slendro) dengan KK Madu Kusumo (dalam skala pelog).
ü Kereta kuda pilihan
Pada zamannya kereta kuda merupakan alat
transportasi penting bagi masyarakat tak terkecuali Keraton Yogyakarta. Keraton
Yogyakarta memiliki bermacam kereta kuda mulai dari kereta untuk bersantai
dalam acara non formal sampai kereta kebesaran yang digunakan secara resmi oleh
raja. Kereta kebesaran tersebut sebanding dengan mobil berplat nopol Indonesia
1 atau Indonesia 2 (mobil resmi presiden dan wakil presiden Indonesia).
Kebanyakan kereta kuda adalah buatan Eropa terutama Negeri Belanda walaupun ada
beberapa yang dibuat di Roto Wijayan (misal KK Jetayu).
KNy Jimat merupakan kereta kebesaran
Sultan HB I sampai dengan Sultan HB IV. Kereta kuda ini merupakan pemberian
Gubernur Jenderal Jacob Mossel. KK Garudho Yakso merupakan kereta kebesaran
Sultan HB VI sampai HB X (walaupun dalam kenyataannya Sultan HB IX dan HB X
sudah menggunakan mobil). Kereta kuda buatan Den Haag tahun 1861 ini terakhir
kali digunakan pada tahun 1989, saat prosesi Kirab Jumenengan Dalem (perarakan
pemahkotaan raja). KK Wimono Putro adalah kereta yang digunakan oleh Pangeran
Adipati Anom (Putra Mahkota). KK Jetayu merupakan kendaraan yang digunakan
Sultan untuk menghadiri acara semi resmi. KK Roto Praloyo merupakan kereta
jenazah yang hanya digunakan untuk membawa jenazah Sultan. Konon kereta ini
baru digunakan dua kali yaitu pada saat pemakaman Sultan HB VIII dan HB IX.
K Harsunaba adalah kendaraan yang
digunakan dalam resepsi pernikahan, sementara K Jongwiyat, K Manik Retno, K
Jaladara dan K Mondro Juwolo kadang-kadang digunakan oleh Pangeran Diponegoro.
Selain itu juga terdapat kereta, K Noto Puro, K Roto Biru, K Kutho Kaharjo, K
Puspo Manik, Rejo Pawoko, Landower, Landower Surabaya, Landower Wisman, Kus
Gading, Kus nomor 10, dan lain-lain. Masing-masing kereta tersebut memiliki
kegunaan sendiri-sendiri.
ü Jalan Malioboro Yogyakarta
Jalan Malioboro adalah nama salah satu jalan dari tiga
jalan di Kota Yogyakarta yang membentang dari Tugu Yogyakarta hingga ke
perempatan Kantor Pos Yogyakarta.
Secara keseluruhan terdiri dari Jalan Pangeran
Mangkubumi, Jalan Malioboro dan Jalan Jend. A. Yani. Jalan ini merupakan poros
Garis Imajiner Kraton Yogyakarta. Terdapat beberapa obyek bersejarah di kawasan
tiga jalan ini antara lain Tugu Yogyakarta, Stasiun Tugu, Gedung Agung, Pasar
Beringharjo, Benteng Vredeburg dan Monumen Serangan Oemoem 1 Maret.
Jalan Malioboro sangat terkenal dengan para pedagang
kaki lima yang menjajakan kerajinan khas jogja dan warung-warung lesehan di
malam hari yang menjual makanan gudeg khas jogja,
serta terkenal sebagai tempat berkumpulnya para
Seniman-seniman-seniman yang sering mengekpresikan kemampuan mereka seperti
bermain musik, melukis, hapening art, pantomim dan lain-lain disepanjang jalan
ini.
ü Wayang Kulit
Wayang
kulit adalah salah satu seni budaya Indonesia yang sangat popular, terutama di
wilayah Jawa. Wayang kulit sendiri dari daerah yang satu dengan daerah yang
lain memiliki ciri khas dan gaya tersendiri, mulai dari bentuk,tatah dan
sungging wayang, lakon,sabet,catur dan karawitan. Salah satunya adalah wayang
kulit gaya Yogyakarta. Untuk mengenal wayang kulit gaya Yogyakarta, ada
beberapa hal yang bisa kita cermati, diantaranya adalah sebagai berikut:
-
Wayang yang bergerak, ditandai dengan tampilan posisi kaki yang
melangkah lebar
-
Tampilan bentuk tambun
-
Tangannya sangat panjang hingga menyentuh kaki
-
Tatahannya inten-intenan, terutama pada pecahan uncal kencana, sumping,
turido, dan bagian busana lainnya.
-
Sunggingannya menggunakan sungging tlacapan atau sungging sorotan, yaitu
unsure sungging yang berbentuk segitiga terbalik yang lancip-lancip seperti
bentuk tumpal pada motif kain batik.
-
Bagian siten-siten atau lemahan yaitu bagian diantara kaki depan dan
kaki belakang umumnya diwarna dengan warna merah.
-
Selain itu wayang kulit gaya Yogyakarta juga bisa ditentukan dari jenis
mata wayang, bentuk hidung wayang, mulut, bentuk mahkota, dodot dan posisi kaki
dan juga atribut lainnya yang memiliki cirri dan bentuk yang khas yang berbeda
dengan wayang kulit gaya daerah lain.
ü Stasiun Tugu
Salah Satu
Pemberhentian Kereta Tertua di Indonesia
Kiranya tak ada pemberhentian kereta yang letaknya sestrategis
Stasiun Tugu Yogyakarta. Bagaimana tidak, stasiun utama di kota gudeg ini
terletak tepat di jantung kota dan dekat dengan berbagai objek wisata menarik.
Turun dari kereta di stasiun ini, anda tak perlu membuang waktu untuk
menjangkau hotel dan pusat belanja. Kawasan Malioboro yang terletak tepat di
sebelah selatan stasiun menawarkan sejumlah hotel berbintang maupun melati
serta pusat belanja tradisional maupun modern.
Stasiun Tugu mulai melayani kebutuhan transportasi
sejak 2 Mei 1887, sekitar 15 tahun setelah Stasiun Lempuyangan. Awalnya,
stasiun ini hanya digunakan untuk transit kereta pengangkut hasil bumi dari
daerah di Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Namun sejak 1 Febnruari
1905, stasiun ini mulai digunakan untuk transit kereta penumpang. Jalur luar
kota pertama dibangun tahun 1899, menghubungkan yogyakarta dan Surakarta.
Berawal dari sebuah stasiun kecil, stasiun Tugu kini
telah menjadi salah satu stasiun terbesar di Indonesia. Memiliki 6 jalur
kereta, stasiun ini melayani transportasi dari hampir seluruh kota besar di
Jawa. Lebih dari 20 keberangkatan dan kedatangan kereta berlangsung setiap
hari, baik kereta ekonomi, bisnis maupun eksekutif. Ada berbagai tawaran kereta
dan waktu keberangkatan untuk menuju daerah tertentu sehingga anda memiliki
banyak pilihan.
Karena dibangun pada masa kolonial Belanda, maka
arsitektur bangunannya pun sangat kental dengan nuansa Eropa. Begitu turun dari
kereta, anda akan langsung mengenalinya dari pintu-pintu besar berwarna coklat
serta langit-langit yang tinggi dimantapkan dengan warna dinding yang putih.
Anda juga bisa menikmati pesona bangunan stasiun yang hingga sekarang masih
dipertahankan keasliannya dari depan. Bangunan tampak megah dengan pintu besar
dan dua atap yang memayungi jalur kereta.
Stasiun Tugu merupakan salah satu stasiun besar yang
masih mempertahankan fungsinya sebagai tempat perawatan kereta, berbeda dengan
stasiun besar umumnya yang kini hanya sebagai tempat transit. Karenanya, anda
bisa berkelana ke sudut-sudut stasiun untuk dapat menyaksikan aktivitas para
montir kereta serta menelusuri jejak ketuaan stasiun kereta ini. Beberapa
karyawan di stasiun ini cukup mengetahui sejarah stasiun, sehingga dapat diajak
berbincang.
Bila menuju ke bagian barat stasiun, anda akan menemui
tempat perbaikan lokomotif kereta. Anda pasti takjub karena bisa mengamati
secara detail setiap komponen yang ada di lokomotif. Bahkan, anda bisa
mengamati mesin dari bawah karena ada sebuah tangga menuju bagian bawah
lokomotif yang 'diparkir'. Tak jauh dari situ, anda bisa melihat patung kereta
kuno berwarna hitam yang juga menarik untuk dinikmati.
Berjalan sedikit ke selatan, anda dapat menemui tempat
perbaikan gerbong kereta. Meski tak bisa masuk, anda bisa mengintipnya dari
pagar-pagar besi berwarna putih biru yang mengelilinginya. Memandang ke atas,
akan terlihat sebuat onderdil kereta yang diletakkan di menara berwarna kuning.
Onderdil itu adalah derek penyambung gerbong kereta yang telah digunakan sejak
jaman Belanda. Bila anda berjalan lagi ke utara, maka akan ditemui para petugas
pembersih kereta.
Kalau anda datang atau akan berangkat pada saat
petang, maka sempatkanlah untuk berdiri di antara jalur 4 dan 6 dan lihatlah ke
barat. Pemandangan senja yang indah akan bisa ditemui saat langit cerah,
berpadu dengan rel-rel kereta yang semakin jauh akan tampak seperti garis-garis
yang akhirnya menyatu menjadi satu titik. Adanya derek kereta di menara dan
anak-anak jalanan yang membawakan musik akan semakin menambah keeksotikan
pemandangan senja.
Puas menikmati keindahan stasiun, anda bisa memulai
perjalanan wisata anda di Yogyakarta. Berbagai macam alat transportasi
transportasi tersedia di stasiun ini. Anda bisa naik becak menuju Kraton
Yogyakarta dan penjualan bakpia di Pathuk. Jika hendak bepergian agak jauh, anda
bisa menggunakan bis kota atau taksi, sementara bila akan langsung wisata
belanja, anda tinggal berjalan menapaki kawasan Malioboro yang terletak persis
di bagian selatannya.
2. Non Material
Selain memiliki kemegahan bangunan Keraton Yogyakarta juga memiliki
suatu warisan budaya yang tak ternilai. Diantarannya adalah upacara-upacara
adat, tari-tarian sakral, musik, dan pusaka (heirloom). Upacara adat yang
terkenal adalah upacara Tumplak Wajik, Garebeg, upacara Sekaten dan upacara
Siraman Pusaka dan Labuhan. Upacara yang berasal dari zaman kerajaan ini hingga
sekarang terus dilaksanakan dan merupakan warisan budaya Indonesia yang harus
dilindungi dari klaim pihak asing.
ü
Adat Kebudayaan
a. Tumplak Wajik
Upacara tumplak wajik adalah upacara
pembuatan Wajik (makanan khas yang terbuat dari beras ketan dengan gula kelapa)
untuk mengawali pembuatan pareden yang digunakan dalam upacara Garebeg. Upacara
ini hanya dilakukan untuk membuat pareden estri pada Garebeg Mulud dan Garebeg
Besar. Dalam upacara yang dihadiri oleh pembesar Keraton ini di lengkapi dengan
sesajian. Selain itu upacara yang diselenggarakan dua hari sebelum garebeg juga
diiringi dengan musik ansambel lesung-alu (alat penumbuk padi), kenthongan, dan
alat musik kayu lainnya. Setelah upacara selesai dilanjutkan dengan pembuatan
pareden.
b. Garebeg
Upacara Garebeg diselenggarakan tiga kali
dalam satu tahun kalender/penanggalan Jawa yaitu pada tanggal dua belas bulan
Mulud (bulan ke-3), tanggal satu bulan Sawal (bulan ke-10) dan tanggal sepuluh
bulan Besar (bulan ke-12). Pada hari-hari tersebut Sultan berkenan mengeluarkan
sedekahnya kepada rakyat sebagai perwujudan rasa syukur kepada Tuhan atas
kemakmuran kerajaan. Sedekah ini, yang disebut dengan Hajad Dalem, berupa
pareden/gunungan yang terdiri dari Pareden Kakung, Pareden Estri, Pareden
Pawohan, Pareden Gepak, dan Pareden Dharat, serta Pareden Kutug/Bromo yang
hanya dikeluarkan 8 tahun sekali pada saat Garebeg Mulud tahun Dal.
Gunungan kakung berbentuk seperti kerucut terpancung dengan ujung
sebelah atas agak membulat. Sebagian besar gunungan ini terdiri dari sayuran
kacang panjang yang berwarna hijau yang dirangkaikan dengan cabai merah, telur
itik, dan beberapa perlengkapan makanan kering lainnya. Gunungan estri
berbentuk seperti keranjang bunga yang penuh dengan rangkaian bunga. Sebagian
besar disusun dari makanan kering yang terbuat dari beras maupun beras ketan
yang berbentuk lingkaran dan runcing. Kedua gunungan ini ditempatkan dalam
sebuah kotak pengangkut yang disebut Jodhang.
Gunungan pawohan terdiri dari buah-buahan segar yang
diletakkan dalam keranjang dari daun kelapa muda (Janur) yang berwarna kuning.
Gunungan ini juga ditempatkan dalam jodhang dan ditutup dengan kain biru.
Gunungan gepak berbentuk seperti gunungan estri hanya saja permukaan atasnya
datar. Gunungan dharat juga berbentuk seperti gunungan estri namun memiliki
permukaan atas yang lebih tumpul. Kedua gunungan terakhir tidak ditempatkan
dalam jodhang melainkan hanya dialasi kayu yang berbentuk lingkaran. Gunungan
kutug/bromo memiliki bentuk khas karena secara terus menerus mengeluarkan asap
(kutug) yang berasal dari kemenyan yang dibakar. Gunungan yang satu ini tidak
diperebutkan oleh masyarakat melainkan dibawa kembali ke dalam keraton untuk di
bagikan kepada kerabat kerajaan.
Pada Garebeg Sawal Sultan menyedekahkan 1-2 buah
pareden kakung. Jika dua buah maka yang sebuah diperebutkan di Mesjid Gedhe dan
sebuah sisanya diberikan kepada kerabat Puro Paku Alaman. Pada garebeg Besar Sultan
mengeluarkan pareden kakung, estri, pawohan, gepak, dan dharat yang
masing-masing berjumlah satu buah. Pada garebeg Mulud/Sekaten Sultan memberi
sedekah pareden kakung, estri, pawohan, gepak, dan dharat yang masing-masing
berjumlah satu buah. Bila garebeg Mulud diselenggarakan pada tahun Dal, maka
ditambah dengan satu pareden kakung dan satu pareden kutug.
c.
Sekaten
Sekaten merupakan sebuah upacara kerajaan yang
dilaksanakan selama tujuh hari. Konon asal-usul upacara ini sejak kerajaan
Demak. Upacara ini sebenarnya merupakan sebuah perayaan hari kelahiran Nabi
Muhammad. Menurut cerita rakyat kata Sekaten berasal dari istilah credo dalam
agama Islam, Syahadatain. Sekaten dimulai dengan keluarnya dua perangkat
Gamelan Sekati, KK Guntur Madu dan KK Nagawilaga, dari keraton untuk
ditempatkan di Pagongan Selatan dan Utara di depan Mesjid Gedhe. Selama tujuh
hari, mulai hari ke-6 sampai ke-11 bulan Mulud, kedua perangkat gamelan
tersebut dimainkan/dibunyikan (jw: ditabuh) secara bergantian menandai perayaan
sekaten.
Pada malam kedelapan Sultan atau wakil yang beliau
tunjuk, melakukan upacara Udhik-Udhik, tradisi menyebar uang logam (koin).
Setelah itu Sultan atau wakil beliau masuk ke Mesjid Gedhe untuk mendengarkan
pengajian maulid nabi dan mendengarkan pembacaan riwayat hidup nabi. Akhirnya
pada hari terakhir upacara ditutup dengan Garebeg Mulud. Selama sekaten Sego
Gurih (sejenis nasi uduk) dan Endhog Abang (harfiah=telur merah) merupakan
makanan khas yang banyak dijual. Selain itu terdapat pula sirih pinang dan
bunga kantil (Michelia alba; famili Magnoliaceae). Saat ini selain upacara
tradisi seperti itu juga diselenggarakan suatu pasar malam yang dimulai sebulan
sebelum penyelenggaraan upacara sekaten yang sesungguhnya.
d. Upacara Siraman/Jamasan Pusaka dan Labuhan
Dalam bulan pertama kalender Jawa, Suro, Keraton
Yogyakarta memiliki upacara tradisi khas yaitu Upacara Siraman/Jamasan Pusaka
dan Labuhan. Siraman/Jamasan Pusaka adalah upacara yang dilakukan dalam rangka
membersihkan maupun merawat Pusaka Kerajaan (Royal Heirlooms) yang dimiliki.
Upacara ini di selenggarakan di empat tempat. Lokasi pertama adalah di Kompleks
Kedhaton (nDalem Ageng Prabayaksa dan bangsal Manis). Upacara di lokasi ini
'tertutup untuk umum dan hanya diikuti oleh keluarga kerajaan.
Lokasi kedua dan ketiga berturut turut di
kompleks Roto Wijayan dan Alun-alun. Di Roto Wijayan yang dibersihkan/dirawat
adalah kereta-kereta kuda. Kangjeng Nyai Jimat, kereta resmi kerajaan pada
zaman Sultan HB I-IV, selalu dibersihkan setiap tahun. Kereta kuda lainnya
dibersihkan secara bergilir untuk mendampingi (dalam setahun hanya satu kereta
yang mendapat jatah giliran). Di Alun-alun dilakukan pemangkasan dan perapian
ranting dan daun Waringin Sengker yang berada di tengah-tengah lapangan. Lokasi
terakhir adalah di pemakaman raja-raja di Imogiri. Di tempat ini dibersihkan
dua bejana yaitu Kyai Danumaya dan Danumurti. Di lokasi kedua, ketiga, dan
keempat masyarakat umum dapat menyaksikan prosesi upacaranya.
Labuhan adalah upacara sedekah yang
dilakukan setidaknya di dua tempat yaitu Pantai Parang Kusumo dan Lereng Gunung
Merapi. Di kedua tempat itu benda-benda milik Sultan seperti nyamping (kain
batik), rasukan (pakaian) dan sebagainya di-larung (harfiah=dihanyutkan).
Upacara Labuhan di lereng Gunung Merapi (Kabupaten Sleman) dipimpin oleh Juru
Kunci Gunung Merapi (sekarang Januari 2008 dijabat oleh Mas Ngabehi Suraksa
Harga atau yang lebih dikenal dengan Mbah Marijan) sedangkan di Pantai Parang
Kusumo Kabupaten Bantul dipimpin oleh Juru Kunci Cepuri Parang Kusumo.
Benda-benda tersebut kemudian diperebutkan oleh masyarakat. tertutup untuk umum
dan hanya diikuti oleh keluarga kerajaan.
Lokasi kedua dan ketiga berturut turut di
kompleks Roto Wijayan dan Alun-alun. Di Roto Wijayan yang dibersihkan/dirawat
adalah kereta-kereta kuda. Kangjeng Nyai Jimat, kereta resmi kerajaan pada
zaman Sultan HB I-IV, selalu dibersihkan setiap tahun. Kereta kuda lainnya
dibersihkan secara bergilir untuk mendampingi (dalam setahun hanya satu kereta
yang mendapat jatah giliran). Di Alun-alun dilakukan pemangkasan dan perapian
ranting dan daun Waringin Sengker yang berada di tengah-tengah lapangan. Lokasi
terakhir adalah di pemakaman raja-raja di Imogiri. Di tempat ini dibersihkan
dua bejana yaitu Kyai Danumaya dan Danumurti. Di lokasi kedua, ketiga, dan
keempat masyarakat umum dapat menyaksikan prosesi upacaranya.
Labuhan adalah upacara sedekah yang
dilakukan setidaknya di dua tempat yaitu Pantai Parang Kusumo dan Lereng Gunung
Merapi. Di kedua tempat itu benda-benda milik Sultan seperti nyamping (kain
batik), rasukan (pakaian) dan sebagainya di-larung (harfiah=dihanyutkan).
Upacara Labuhan di lereng Gunung Merapi (Kabupaten Sleman) dipimpin oleh Juru
Kunci Gunung Merapi (sebagaimana pernah dijabat Mas Ngabehi Suraksa Harga atau
lebih dikenal dengan nama Mbah Marijan) sedangkan di Pantai Parang Kusumo
Kabupaten Bantul dipimpin oleh Juru Kunci Cepuri Parang Kusumo. Benda-benda
tersebut kemudian diperebutkan oleh masyarakat.
ü
Bahasa
Bahasa Belanda yang masih ada
penggunaannya hingga sekarang di Indonesia terutama Yogyakarta yaitu :
-
Bak : wadah. Contoh; bak
tempat penampungan air, sampah, dsb.
-
Balk : Balok
-
Balken : Balkon
-
Beton : Di Indonesia merupakan
kata saduran dari bahasa Belanda, dalam bahasa Inggris disebut 'concrete',
yaitu campuran semen, pasir dan kerakal yang dicampur untuk menghasilkan
'beton' yang kuat. Bila dipadukan dengan tulangan besi maka disebut 'beton
bertulang'.
-
Betondak : Kata ini menjadi 'dak beton', yaitu lantai kerja yang dibuat
dari bahan beton bertulang.
-
Betonmolen : Disebut 'molen' untuk menyebut peralatan pembuat campuran
beton yang dijalankan dengan listrik. Betonmolen bisa berupa alat kecil yang
bisa dibawa ke proyek dengan mudah, atau untuk menyebut truk molen yang besar.
Disebut sebagai bagian dari 'bouwmachines' atau mesin bangunan.
-
Beugel : dilafalkan sebagai 'begel' adalah pelat atau besi batangan yang
digunakan untuk memperkuat struktur yang tegak lurus.
-
Binddraad : merupakan sebutan untuk kawat besi pengikat, dalam bahasa
sehari-hari tukang disebut 'bendrat'.
-
Boor : Penggunaan kata ini
merupakan serapan bahasa Belanda yang digunakan hingga sekarang. 'Bor'
digunakan dalam kata seperti 'mengebor' atau 'dibor' adalah melubangi material
lain dengan mesin bor 'boormachine'.
-
Eternit : merupakan nama dagang
untuk panel asbes, yang biasa digunakan untuk 'plafon asbes', merupakan
komposit semen, pasir dan asbes yang digunakan untuk membuat panel-panel asbes.
-
Gasbeton : merupakan suatu komposit beton yang diproduksi dengan
memasukkan gelembung udara yang menghasilkan beton dengan pori-pori udara,
disebut juga 'beton aerasi' atau 'bata aerasi'. Karakternya ringan dan memiliki
kekuatan tekan yang baik dengan kemampuan insulasi suara.
-
Gevel : Di Indonesia merupakan
penyebutan untuk dinding yang mencapai atap, kadang digunakan untuk menyebut
konstruksi pengganti kayu atau baja yang dibuat dari konstruksi dinding bata
biasa.
-
Goot : penyebutan untuk saluran
air terbuka.
-
Grendel : Grendel
-
Isolatie : Dilafalkan
'isolasi', merupakan gel perekat, biasa digunakan untuk menyebut membran
plastik dengan perekat.
-
Jaloezie : merupakan sirip-sirip penghalang, bisa digunakan sebagai
bagian dari pintu yang dibahasa Indonesiakan sebagai 'jalusi'.
-
Lampen : Lampu
-
Leiding : Dilafalkan
'ledeng', biasa digunakan untuk kata 'pipa ledeng', merupakan sistem pipa
terutup untuk air atau gas.
-
Lichtdruk : mesin pengganda gambar dengan media kalkir ke 'blueprint'
atau cetak biru.
-
Kamer : Kamar
-
Kraan : dilafalkan sebagai
'keran' merupakan alat pengatur keluarnya air.
-
Kozijn : Kusen
-
Makelaar : Agen perantara penjualan. Namun didalam konstruksi kayu
merupakan penyebutan untuk batang kayu melintang pararel dalam sistem
konstruksi kuda-kuda kayu.
-
Mozaiek : Karya seni yang dibuat dari potongan-potongan bahan yang lebih
kecil seperti batu berwarna.
-
Penelen / Peneel : disadur dalam bahasa Indonesia 'panel' merupakan
bahasa saduran yang juga berasal dari bahasa Inggris, di Indonesia merupakan
penyebutan untuk bidang rata khususnya sebagai penutup yang sifatnya elemen
finishing, misalnya: panel dinding, panel atap, panel pintu.
-
Plaat : Pelat, misalnya 'pelat
besi' atau 'pelat beton'.
-
Profielen : 'Profil' atau bentuk penampang dari benda yang memanjang,
biasanya dipakai untuk menyebut bentuk pinggiran kayu, besi atau lis.
-
Plafon : Plafon
-
Rabat : penyebutan untuk
pekerjaan beton rabat, dimana kata 'rabat' didapatkan dari kata seperti
'rabatwerk'.
-
Sanitair : disebut 'plumbing' dalam bahasa Inggris, dalam bahasa padan
kata yang tepat adalah pemipaan. Sanitair lebih sering digunakan untuk
menyebutkan peralatan aksesori kamar mandi seperti bathtub, keran, washtafel,
dan sebagainya. Padan kata 'sanitary' dalam bahasa Inggris berkonotasi lebih
dalam pada segala sesuatu yang berkaitan dengan pemipaan, teknis pemipaan serta
faktor kesehatan bangunan.
-
Schap : Sekop, alat untuk bekerja
dengan adukan, atau memindahkan material, atau menggali.
-
Steiger : Struktur sementara untuk
menopang pekerjaan dalam sebuah proyek, yang memungkinkan pekerja untuk meraih
bagian bangunan yang sulit dijangkau. Kata yang umum juga digunakan sekarang
adalah Scaffolding dalam bahasa Inggris.
-
Tegels : Adalah sebutan untuk
penutup lantai yang terkenal 'tegel', dalam bahasa Indonesia merupakan jenis
penutup lantai dengan teknologi pembuatan dari jaman Belanda, merupakan cetakan
komposit semen putih yang bisa diberi warna dan corak. Tegel saat ini tidak
diproduksi lagi kecuali oleh beberapa pihak yang melestarikannya. Banyak tegel
yang dicari karena keunikan coraknya. Di Belanda, penyebutan tegels juga
berlaku untuk keramik.
-
Trap : Trap yang disebutkan
oleh tukang2 biasanya merujuk pada tangga, dan memang sebenarnya merupakan
sebutan untuk tangga.
-
Trottoir : Dilafalkan 'trotoar' dalam Bahasa Indonesia, merupakan bagian
jalan dibagian pinggir yang diperuntukkan bagi pejalan kaki.
BAB III
KESIMPULAN
Dari hasil makalah tersebut, kita dapat
mengenal kota yogyakarta lebih dalam tentang peninggalan sejarah berupa
material dan non material secara jelas. Dan kita juga dapat mengerti
tradisi-tradisi yang ada di kota yogyakarta beserta sejarahnya. Sampai sekarang
peninggalan tersebut, masih dirawat dengan baik oleh pemerintah kota
yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar